Kamis, 29 Agustus 2013

EKONOMI ISLAM


A.  Pengertian dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam
1.      Definisi Ekonomi Islam
Dengan mengikuti apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah, kita akan mendapatkan kedamaian dan syafa’at dari Allah. Oleh karena itu, fungsi pokok ekonomi Islam, seperti halnya dengan pengetahuan yang lainnya, akan dapat merealisasikan pencapaian kesempurnaan manusia melalui aktualisasi maqasid (tujuan).
Dalam hal ini, perspektif ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang dapat membantu mewujudkan human well-being melalui pengalokasian dan pendistribusian sumber daya alam yang langka sesuai dengan ajaran Islam, tanpa mengabaikan kebebasan individual atau terus menciptakan kondisi makro ekonomi yang semakin baik dan mengurangi terjadinya ketidakseimbangan ekologi.
Muhammad Abdul Mannan mendefinisikan ekonomi Islam sebagai upaya untuk mengoptimalkan nilai Islam dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Mannan mengatakan : “Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam”.
Definisi Mannan hampir semakna dengan apa yang didefinisikan oleh M.M Metwally. Metwally menekankan pada usaha dalam mempelajari masalah masyarakat Islam dalam memenuhi kebutuhannya : “Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti al-Qur’an, Hadits Nabi, Ijma dan Qiyas”.

2.      Ruang Lingkup Ekonomi Islam
Pembatasan mengenai arti ekonomi Islam adalah sebagai ilmu, ekonomi akan terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengguna. Oleh karena itu, kita perlu mempelajari ilmu ekonomi Islam, menyusunnya dari sumber utama Al-Qur’an, sunnah dan khazanah Islam lainnya, tanpa mengabaikan ilmu ekonomi yang sudah ada yang dapat digunakan sebaik-baiknya untuk penyempurnaan.
Dari kasus ini, kita berharap bahwa ilmu-ilmu lainnya dapat juga ditumbuhkan dari Al-Qur’an dan sunnah serta khazanah kita sendiri juga sudah tentu tanpa membiarkan ilmu-ilmu lainnya tidak terpakai, karena metodologi tidak hanya untuk ilmu ekonomi Islam saja, melainkan untuk semua ilmu dan teknologi pada umumnya.1[1]


               B. Ekonomi Islam Keterkaitan Ilmu dan Nilai
Ekonomi Islam bukan semata-mata bidang kajian yang berdasarkan pada persoalan-persoalan nilai, tetapi juga bidang kajian keilmuan. Keterkaitan ilmu dan nilai merupakan alasan mengapa ekonomi Islam sebagai konsep yang integral dalam membentuk kehidupan manusia yang membutuhkan keseimbangan antara ilmu dan nilai.
Ilmu menjadikan ekonomi Islam dapat dicerna dengan menggunakan metode-metode pengetahuan pada umumnya, sehingga ekonomi Islam bisa dikaji dan dikembangkan sekaligus diimplementasikan. Ilmu akan tetap mempertahankan perkembangan ekonomi Islam di tengah-tengah masyarakat. Ilmu menjadikan ekonomi Islam akomodatif terhadap perubahan.
Sementara itu nilai menjadikan ekonomi Islam tetap pada jalur norma yang berlaku dalam Islam. Sehingga ekonomi Islam berisi tuntunan-tuntunan manusia untuk melakukan tindakan yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits. Nilai mempengaruhi ekonomi Islam berkembang karena nilai Islam menganjurkan usaha untuk menggali pengetahuan dan menyempurnakan pengetahuan yang tidak sesuai dengan ke-maslahat-an ummat.2[2]
Jika kita mengetahui perbedaan antara mazhab ekonomi dan ilmu ekonomi, niscaya tidak akan terjadi kebingungan. Sebenarnya diantara keduanya terdapat perbedaan besar. Sebagaimana kita ketahui, suatu mazhab ekonomi menetapkan kebijakan pengaturan kehidupan ekonomi yang adil, akan tetapi ilmu ekonomi tidak menentukan sesuatu kebijakan. Ilmu ekonomi mengkaji efek-efek kebijakan yang telah diterapkan di masyarakat, seperti seorang ilmuwan fisika mengkaji hukum-hukum tentang panas dan efeknya.
Jadi, mazhab ekonomi mengembangkan dan memperkenalkan suatu system pengaturan kehidupan ekonomi yang didasarkan pada konsepsi keadilannya, sedangkan ilmu ekonomi mengkaji efek-efek system ini bilamana ia benar-benar diterapkan di masyarakat.




Agama dan Ekonomi
Layaknya penjelasan hubungan antara agama dan ilmu, ekonomi yang diyakini sebagai salah satu cabang ilmu secara otomatis tidak dapat dipisahkan dengan agama. Terlebih lagi Al Qur’an & As Sunnah sebagai sumber hukum dari semua perkara, memberikan porsi yang cukup besar dalam membahas berbagai hal berkaitan dengan ekonomi. Bahkan prinsip, metodologi dan hukum pengaturan perekonomian dalam Islam tidak bisa dipisahkan dengan Islam sebagai agama. Misalnya saja mekanisme zakat, zakat dalam Islam merupakan salah satu rukun atau pilar utama agama, dimana urgensi zakat dapat dipersamakan dengan empat pilar utama lainnya yaitu dua kalimat syahadat, shalat lima waktu, puasa ramadhan dan haji. Mengabaikan zakat sama saja dengan mengamputasi Islam sebagai agama, karena zakat menjadi salah satu rukunnya.
Berdasarkan alasan ini, sukar untuk mendikotomikan agama dan ekonomi dalam Islam, karena memang ekonomi menjadi salah satu sistem berkehidupan yang diatur oleh agama, agar harmonisasi, keseimbangan dan kesejahteraan dapat dicapai dan terjaga keberlangsungannya. Terlebih lagi diyakini bahwa Islam merupakan nilai atau sistem komprehensif yang mampu mengatur secara baik semua aktifitas hidup dan kehidupan manusia.

            C.  Definisi Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Islamisasi Ilmu Ekonomi Islam
1.      Definisi Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Al Faruqi menyatakan bahwa pengetahuan modern menyebabkan adanya pertentangan wahyu dan akal dalam diri umat Islam, memisahkan pemikiran dari aksi, serta adanya dualisme kultural dan religius. Karena itu diperlukan Islamisasi ilmu dan upaya itu harus beranjak dari tauhid. Ilmu pengetahuan Islami selalu menekankan adanya kesatuan alam semesta, kesatuan kebenaran dan pengetahuan serta kesatuan hidup.
Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan yaitu suatu upaya yang dilakukan agar ilmu pengetahuan yang diterapkan mampu memiliki nilai, nilai tersebut yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Ilmu pengetahuan itu kemudian mampu mewujudkan kemaslahatan dalam kehidupan sehari-hari baik secara langsung maupun tidak.3[4]
2.      Islamisasi Ilmu Ekonomi Islam
Ilmu ekonomi dalam Islam harus diturunkan dari kepercayaan dan ajaran Islam. Ilmu yang dibangun tidak boleh bertentangan dengan inti atau struktur logis dari paradigma Islam. Ilmu ekonomi Islam harus dimulai dengan nilai-nilai dan tujuan-tujuan kehidupan yang telah ditentukan oleh Tuhan dan tidak akan dapat dimaknai tanpa hal tersebut.

D. Permasalahan Seputar Islamisasi Ilmu Ekonomi Islam
Ada 3 hal yang perlu dibahas dalam Islamisasi ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi Islam :
1.   Perbedaan pandangan hidup
Pandangan hidup orang Islam menggabungkan antara dunia dan agama. Hal inilah yang membuat perbedaan antara Islam dengan barat dalam hal tujuan, ruang lingkup dan prinsip ekonomi.
2.   Hubungan antara wahyu dan akal
Islam menganjurkan orang untuk menggunakan akal dalam menganalisa, mengobservasi dan membuat kongklusi, sehingga bisa menemukan kebenaran. Dalam hubungannya dengan syari’ah, akal tidak boleh menyimpang dari wahyu. Namun demikian dalam kenyataannya prosedur dan aplikasi suatu teori terkadang sama antara ekonomi Islam dan ekonomi sekuler.
3.   Pertanyaan seputar metodologi
Dalam ekonomi Islam doktrin yang digunakan sudah ada dalam wahyu, maka tugas kita adalah menggali kembali wahyu tersebut dan bukan untuk menemukan wahyu yang baru. Hal inilah sebenarnya yang menjadi ketetapan dalam metodologi Islam.

E.  Problem metodologi dan Islamisasi ekonomi
Dalam International Conference on Islamic Metodologi and Behavioural and Education Science ke-4 yang diselenggarakan di Khartoum, Sudan pada tahun 1987 dan kemudian di terbitkan oleh IIIT. Muhammad Said al Butti berpendapat bahwa metode ilmiah adalah suatu fakta (haqiqah) yang memiliki dunia objektif. Sebagaimana seluruh material ia memiliki watak yang pasti, bersifat independent secara sempurna baik dalam struktur maupun esksitensinya dari pemikiran dan penalaran manusia. Menurut al Buti, objektivitas dan sifat permanen metode ilmiah ditentukan oleh fungsinya. Karena metode ilmiah merupakan suatu instrumen, suatu skala untuk memastikan kekuatan dan kebenaran pemikiran, maka validitas mestinya terlepas dari proses berpikir itu sendiri. Oleh karena itu al Buti berkesimpulan bahwa metode ilmiah dapat dimodifikasi dan atau diubah oleh akal.
Kemudian, untuk menemukan metodologi ekonomi Islam telah dilakukan oleh beberapa sarjana dengan mengunakan berbagai pendekatan. Semua pemikiran yang disumbangkan oleh sarjana muslim tersebut kebanyakan baru sebatas upaya mengolah idealita. Dalam sebuah makalah yang berjudul the Islamiation of Knowledge and some methodological issue in Paradigm Building. Muhammad Arif memaparkan dan sekaligus menerapkan prosedur untuk membangun suatu paradigma atau pandangan Islami. Arif menyatakan bahwa usaha untuk mengembangkan hubungan wahyu ke dalam penelitian ilmiah guna membebaskan sarjana muslim dari paksaan epistomologi Barat. Karena epistomologi yang ditawarkan al Faruqi terlalu luas, Arif mengakui perlunya derivasi serangkaian prinsip yang lebih spesifik yang dapat mengarahkan penelitian ekonomi.

http://ariphiin.blogspot.com/2013/03/islamisasi-ilmu-pengetahuan-ekonomi.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar